Senin, 05 Maret 2012

DUALITY


DUALITY.
by. Davidmarthwel_ak@yahoo.com


1.  INT/EXT. APARTEMEN – SIANG.

Seorang anak perempuan berjalan melintasi lorong apartemen yang sepi. Kita dapat mengetahuinya dari kulitnya yang putih mulus dan terlihat lembut. Dia mengambil kunci apartemen tersebut di sebuah tempat penyimpanan yang tampaknya hanya dia yang mengetahuinya. Maka diapun memasuki ruangan itu, dimana seorang perempuan lain sudah menunggu. Mereka berdua bercinta, melepas kerinduan yang selama ini terpendam.

2.  INT. KAMAR UTAMA – PAGI

IBU seorang wanita setengah baya yang sedang merapikan sisiran rambut SEORANG ANAK PEREMPUAN berumur 12 tahun. Seragam sekolah membungkus kulitnya. Setiap tarikan sisir terasa lembut, mewakilkan kasih sayang yang sangat pada anaknya itu. Suasana terasa begitu hangat ditambah lagi dengan sebuah tembang yang dilantunkan ibunya menyempurnakan kehangatan itu. SEORANG ANAK LAKI-LAKI hadir di tempat itu dengan handuk yang menutupi tubuhnya. Dia mendekat menarik baju yang dipakai ibunya, meminta perhatian, memohon kasih sayang.

ANAK LAKI-LAKI
     Ibu… seragam sekolahku mana?

IBU
Kamu kok mintanya di sini?! Lihat di
Lemari kamu dong. Kamu kan laki-laki
Masa harus ibu juga yang ngambil?!

Tanpa menjawab, ANAK LAKI-LAKI itu berjalan meninggalkan tempat itu. Masih setengah berharap, dia berpaling ke arah IBU diam sebentar lalu beranjak pergi. Ibunya pun tidak menghiraukan kepergiannya. Selesai dengan pekerjaannya, IBU menurunkan ANAK PEREMPUAN untuk dipandangi, dikagumi.

IBU
        Cantiknya anak ibu, cepat besar ya sayang. Nanti nikah sama orang kaya, supaya hidup kamu ga sengsara.

3.  INT. KAMAR ANAK – PAGI

ANAK LAKI-LAKI itu berusaha memakai bajunya, walaupun harus sampai terduduk di lantai, karena tidak tahu mengenakan celana yang benar seperti apa. Tidak ada isak tangis, tapi air mata mengalir dari matanya. SEORANG ANAK PEREMPUAN TERTUA masuk ke dalam kamar itu yang juga kamarnya dengan adik laki-lakinya, sambil membawa sebuah kotak yang sepertinya menjadi tempat penyimpanan. Tidak tega melihat adiknya seperti itu, dia langsung mengambil tindakan dengan membantunya.

ANAK TERTUA
Udah… udah… kamu jangan nangis ahh!
Katanya udah gede?! Masa nangis ?

ANAK TERTUA mulai melengkapi pakaian yang belum dipakai. Merapikannya sampai dia yakin betul sudah rapi. Termasuk memakainkan topi sekolah dan membenarkan posisinya. Dia membalikan badan adiknya sambil mengagumi untuk membesarkan hatinya.

ANAK TERTUA
          Hmmmm… kalo begini kan cakep…

Dari luar terdengar suara IBU memanggil mereka.

O.S. IBU
          ANAK TERTUA, ANAK LAKI-LAKI… ayo sarapan

4.  INT. RUANG MAKAN – PAGI

Suasana pagi begitu tenang, BURUNG-BURUNG MULAI BERKICAUAN memenuhi udara. IBU tampak sibuk dengan pekerjaannya mempersiapkan segala sesuatunya untuk dimakan, nasi bungkus yang biasa dijual di pasar. ANAK PEREMPUAN sudah ada di tempat itu. Sementara IBU menyiapkan makanan, ANAK TERTUA dan ANAK LAKI-LAKI menyusul. Belum sempat mereka duduk, IBU sudah bertanya pada ANAK tertua.

IBU
        Ini kok ada ayam? Siapa yang beli?

ANAK PEREMPUAN
        Itu kak PEREMPUAN yang beliin.

ANAK TERTUA langsung beranjak pergi dari tempat itu. Tapi langkahnya tertahan oleh omongan IBU sambil meletakan piring di atas meja yang masih kosong, tanda untuk anaknya untuk segera duduk.

IBU
( memerintah )
        Heh… ANAK TERTUA kemana kamu? Duduk
sini!! Kamu itu mau nikah beberapa hari
lagi. Udah… ga usah kemana-mana!

ANAK TERTUA
        Ibu apa-apaan sih?! Ibu juga gak tau kan
kalo aku mau apa ngga!

Keadaan mulai menegang. IBU sempat menghentikan suapannya pada ANAK PEREMPUAN. Kedua anak itu ikut masuk dalam keadaan itu. Mereka terdiam, memperhatikan setiap apa yang akan keluar dari mulut orang dewasa itu.

IBU
( memaksa )
Pokoknya kamu harus mau. Kalau bukan kamu, siapa lagi?

ANAK TERTUA
( menyela )
        Aku ngerti Bu…

IBU
Ini semua untuk kamu, Ibu cuma mau…

ANAK TERTUA
( menyela )
        Tapi bukan berarti, ibu bisa paksa saya…

IBU
        Mulai berani kamu?!

Kedua anak kecil itu masih memperhatikan. Ibu seolah-olah tersadar akan kehadiran kedua anak itu, di mengalihkan sebagian dari perhatiannya. Dia berbicara sambil menyeka sisa makanan yang ada di bibir ANAK PEREMPUAN.

IBU
 ( menyela, memaksa sambil memohon )
Nak, IBU udah ga punya siapa-siapa lagi… Bapakmu udah ga ada… Semua yang aku
lakukan ini untuk kebahagiaan kalian. Kebahagiaanmu, kebahagiaan adik-adikmu…
Bukan untuk Ibu. Udahlah!

Tidak ada lagi yang bisa dilakukan ANAK TERTUA, dia hanya diam dan gelisah pada apa yang akan dihadapinya. Kedua adiknya kembali melanjutkan suapan mereka, walaupun keduanya masih memperhatikan keadaan kakak dan ibunya.




5.  EXT. JALANAN DEKAT SEKOLAH – SIANG

ANAK PEREMPUAN dan ANAK LAKI-LAKI dalam perjalanannya menuju sekolah. Langkah mereka ringan dan penuh semangat. ANAK PEREMPUAN berjalan sambil memakan sebuah jajanan pasar yang dipegangnya, dia sangat menikmatinya. Dia menawarkan jajanannya pada ANAK LAKI-LAKI.

ANAK PEREMPUAN
          Kamu mau ga?

ANAK LAKI-LAKI
          Ngga ahhh…
         
Seorang anak perempuan yang berjalan bergandengan dengan ibunya yang umurnya tidak jauh berbeda dengan ANAK TERTUA, menarik perhatian ANAK LAKI-LAKI. Mereka tampak begitu akrab dan mesra. ANAK LAKI-LAKI tertahan, langkahnya melambat. ANAK PEREMPUAN berjalan mendahuluinya. Melihat hal itu ANAK LAKI-LAKI berjalan berusaha menyamai posisinya dengan ANAK PEREMPUAN, sambil memainkan apa saja yang ada di sekitarnya.

ANAK LAKI-LAKI
          Kakak ga tinggal di rumah lagi dong.

ANAK PEREMPUAN
          Kan kita bisa main ke rumah Kakak.

ANAK LAKI-LAKI
          Kenapa sih kakak harus nikah?

ANAK PEREMPUAN
          Kata Ibu biar kita bisa hidup enak.

Kata-kata itu memberikan sedikit harapan pada ANAK LAKI-LAKI. Sambil berlari mendahului ANAK PEREMPUAN.

ANAK LAKI-LAKI
          Kalo gitu aku juga mau nikah ahhh…

6.  INT/EXT. KAMAR APARTEMEN – SIANG

ANAK TERTUA berdiri di balkon apartemen. Sambil mengepulkan asap rokoknya. Pikirannya entah kemana, tapi tidak ada di tempat itu. PEREMPUAN memeluknya dari belakang, mengusik pikiran ANAK TERTUA yang mulai merasa risih. Sambil berjalan masuk menuju ke kamar.



ANAK TERTUA
          Kita udah ga bisa begini lagi.

Sambil menahan langkah ANAK TERTUA.

PEREMPUAN
          Maksud kamu?

ANAK TERTUA
          Mama udah milihin pasangan buat aku.

Jawabannya cukup untuk memancing emosi PEREMPUAN.

PEREMPUAN
          Trus… kamu terima??

ANAK TERTUA
          Iya… demi kebahagiaan keluargaku.

Kemarahan PEREMPUAN perlahan memuncak menjadikannya seperti orang lain, dompet ANAK TERTUA diambil. Dikeluarkan semua isinya, dilempar ke arah ANAK TERTUA. Sampai habis semua isi lalu dompetnyapun ikut dilempar.

PEREMPUAN
          Ga cukup semua ini? Hahhh?!

7.  INT. KAMAR – SIANG

ANAK LAKI-LAKI tampak duduk di depan cermin. Tangannya yang mungil mengambil satu persatu perlatan make up. Menggunakannya untuk ‘mempercantik’ wajahnya. Pakaian saudara perempuannya ikut dipakai.

8.  INT. KAMAR APARTEMEN – SIANG

Sesaat dia terlihat seperti menyesal atas apa yang dia lakukan. Dia kembali normal berusaha memperbaiki kelakuannya yang kasar. Tapi usahanya itu tidak membuahkan hasil, ANAK TERTUA sudah terlanjur malas dengan segala kelakuannya. Dia tidak menggubris perubahan pada PEREMPUAN itu. Kelakuannya cukup untuk membuat ANAK TERTUA mendorongnya lalu berjalan menjauh dari PEREMPUAN.

ANAK TERTUA
          Kita udah ga ada hubungan apa-apa
lagi.

PEREMPUAN itu masih berusaha untuk menahannya. Dia mengerahkan semua usahanya untuk menahan kepergian ANAK TERTUA.

9.  EXT. JALANAN – SIANG

ANAK TERTUA berjalan di depan, dari belakang PEREMPUAN itu berusaha menyusulnya. Dia menarik tangan ANAK TERTUA sambil tubuhnya terputar. Tangannnya dipegang keras. ANAK TERTUA berusaha melepaskannya.

PEREMPUAN
          Kamu ga bisa seperti ini… kamu ga
          boleh ninggalin aku… aku bisa gila
          tanpa kamu…

usaha yang dilakukan ANAK TERTUA membuahkan hasil, dia bisa melepaskan genggaman tangan PEREMPUAN. PEREMPUAN kesal, rambut ANAK TERTUA dijambak.

PEREMPUAN
( con’t d )
          Aku bisa nekat…

Hal itu cukup menyakitinya dan cukup juga untuk membuatnya menampar PEREMPUAN ITU. Kaget dengan tamparan itu membuatnya jera, dan memberikan waktu bagi ANAK TERTUA untuk pergi meninggalkannya.

10. INT. RUMAH – SIANG

Langkah kecil ANAK LAKI-LAKI tampak membelah kesunyian. Dia berjalan mendekat menuju ke tempat IBU yang sedang asik menikmati jajanan pasar sambil mendengarkan siaran radio yang memainkan lagu-lagu tembang Jawa. Dia duduk di lantai bersama ANAK PEREMPUAN.

ANAK LAKI-LAKI
          Buuuu…

Di dalam bayangannya dia mengira IBU akan berubah lebih sayang padanya jika dia terlihat seperti anak perempuan. Ternyata apa yang ada dibayangannya tidak sesuai dengan kenyataan. ANAK PEREMPUAN tertawa geli melihat hal itu. Dia merasa saudaranya sangat lucu dengan tampilan itu. Lain lagi dengan IBUnya yang mendekat dan langsung memukul dan membersihkan wajahnya dari segala macam make up sambil melucuti satu persatu pakaiannya, dagunya dicengkram. Semuanya dilakukan dengan kasar. Cukup untuk membuat anak itu menangis.

IBU
          Siapa yang ngajari kamu begini?!
          Mau jadi bencong?! Bikin malu aja!!

Make up yang mewarnai wajahnya mulai luntur karena air mata yang mengalir di pipinya. Si ANAK PEREMPUAN yang tadinya tertawa lucu, mulai terbawa suasana dan akhirnya ikut menangis di sampingnya. ANAK TERTUA pulang matanya masih bengkak merah, karena marah, karena sedih, karena perasaannya yang campur aduk. Hpnya terus menerus berdering. Tapi dia tidak menghiraukannya, setelah tahu bahwa PEREMPUAN itu yang meneleponnya.

IBU
          Jadi anak bukannya bawa rejeki malah
bawa sial.

Melihat hal itu, ANAK TERTUA langsung merampas adiknya dari tangan IBU.

ANAK TERTUA
        IBU apa-apaan sih?! dia juga anak Ibu…
ga sepantasnya ibu bilang begitu. Kalau
        memang kami anak perempuan membawa
        rejeki buat keluarga ini, biar saya aja
        yang nanggung semuanya. Mereka berdua ga
        usah ibu bawa-bawa.

Tanpa menunggu reaksi dari IBU, dia pergi meninggalkannya. Bersama dengan kedua adiknya.

11. INT/EXT. APARTEMEN – SIANG

PEREMPUAN masih berusaha menghubungi ANAK TERTUA. Usahanya bukan kali pertama dilakukannya. Dia mulai kesal, tapi masih terus berusaha.

12. INT. KAMAR ANAK – SIANG

ANAK TERTUA sedang berada di kamarnya. Hpnya kembali berdering, diambilnya hp itu lalu dilihat siapa yang menghubunginya. Ternyata PEREMPUAN itu. Telepon itu tidak diangkatnya, dibiarkannya terus berdering tanpa ada yang menjawab. Dia meninggalkan hp itu tergeletak begitu saja. Ternyata usaha perempuan itu tidak berhenti sampai di situ. Hpnya kembali berdering. ANAK PEREMPUAN masuk ke kamar itu, dering telepon telah mengundang rasa
penasaran untuk mengangkatnya.



13. INT. KAMAR APARTEMEN – SORE

PEREMPUAN itu sudah membawa ANAK LAKI-LAKI dan PEREMPUAN ke apartemen itu. Mereka disuguhi minuman, makanan, berloncatan di atas kasur dan segala hal yang membuat mereka senang. SUARA MUSIK, SUARA TAWA, SUARA KEBAHAGIAAN memenuhi tempat itu. PEREMPUAN itu menerima sebuah panggilan, yang memang telah dinantikannya. Awalnya dia hanya mendengarkan suara di balik telepon itu yang terdengar keras dan penuh dengan makian, kita dapat mengetahuinya dari setiap gerakan yang dilakukan oleh PEREMPUAN. Tidak lama setelah itu, PEREMPUAN itu memberikan teleponnya pada kedua anak itu yang terlalu sibuk dengan permainan mereka. Kedua anak itu saling berebut untuk menerima telepon itu.

ANAK LAKI-LAKI
          Kakak di mana?? Kakak ke sini dong…

ANAK PEREMPUAN
          Kak enak lohhh di sini… banyak makanan
          sama mainan…

Percakapan itu terhenti, telepon itu di berikan pada si PEREMPUAN.

PEREMPUAN
          Kamu ke sini aja sayang…

14. INT. KAMAR ANAK – SORE

IBU memasuki kamar ANAK LAKI-LAKI, dia tidak menemui seorangpun di kamar itu, tapi dia menemukan sebuah kotak yang mencurigakan baginya. Rasa penasaran telah membuatnya mencari tahu apa isi di dalam kotak itu. Karena memang baru sekali dia melihat benda itu. Kotak itupun mulai dibuka, satu persatu kenangan lama yang hendak disembunyikan anaknya mulai terbongkar.

( INSERT KERETA PASSING )

15. INT/EXT. APARTEMEN – SORE

Langkah kaki ANAK TERTUA berjalan terburu-buru menyusuri lorong yang ada di apartemen itu. Pintu apartemen itu terbuka, ANAK TERTUA masuk dan mencari keberadaan PEREMPUAN itu. PEREMPUAN itu keluar dari kamar, dia seperti sudah menduga kehadiran ANAK TERTUA di tempat itu. Dia langsung mendekat, mencoba untuk menenangkannya. Tapi ANAK TERTUA tidak mempedulikannya.

ANAK TERTUA
          Minggiirrrr!!!!!
PEREMPUAN itu tidak dapat menahan pergerakan ANAK TERTUA, dia terdorong ke tembok yang membentur kepalanya. PEREMPUAN itu membiarkannya lewat di depannya menuju ke kamar. Saat pintu terbuka, PEREMPUAN itu menahan ANAK TERTUA untuk masuk ke dalam. Maka terlihatlah kedua adiknya sudah tertidur lelap.

PEREMPUAN
          Udah biarin aja…

Melihat adik-adiknya tidak apa-apa, dia berjalan menjauh dari kamar itu. Lalu dia mengarahkan kekesalannya pada PEREMPUAN. Tangannya sibuk mengayun, memukuli PEREMPUAN yang hanya berusaha menahannya. Kekhawatiran dan kekesalan itu bercampur aduk, membuatnya mengeluarkan air mata. Dari matanya terlihat sesuatu yang pilu, yang mengiris hatinya bahwa cinta mereka tidak lagi bisa diluruskan.

ANAK TERTUA
        Kamu jangan libatkan mereka berdua!

PEREMPUAN
        Ngga sayang…

ANAK TERTUA
        Kamu jangan macam-macam!

ANAK TERTUA masih memukul PEREMPUAN tapi mulai melemah. Sedangkan PEREMPUAN itu terus menghalangi setiap pukulan sambil mencari celah untuk menghentikannya.

PEREMPUAN
Aku sayang kamu…

ANAK TERTUA
        Aku udah ga bisa, kita udah habis…

ANAK TERTUA masih melancarkan perlawanannya, dia tidak membiarkan PEREMPUAN itu untuk melakukan tindakannya lebih jauh lagi. Walaupun apa yang dilakukan oleh PEREMPUAN cukup untuk membuat pertahanannya melemah.

PEREMPUAN
        Aku bisa buat kamu bahagia…

ANAK TERTUA
        Udahlah…

PEREMPUAN
        Aku janji. Setelah ini…

ANAK TERTUA
( menyela )
        Aku ga bisa…

PEREMPUAN
        Terakhir… ini yang terakhir…

Sesaat ANAK TERTUA memikirkan perkataannya, lalu mulai melonggarkan pertahanannya sambil PEREMPUAN itu terus melancarkan aksinya.

ANAK TERTUA
         Plisss… aku mohon, kita ga bisa…

PEREMPUAN
Kenapa?

ANAK TERTUA
         Aku ga mau…

PEREMPUAN
         Kamu mau… aku tau kamu mau…

ANAK TERTUA
         Kamu ga tau apa-apa…

PEREMPUAN berusaha menenangkan ANAK TERTUA. Sambil mulai mengelus, mencium apa saja yang bisa dicium. Memainkan perannya sebagai kekasih. ANAK TERTUA mulai terisak, hal ini tidak luput dari perhatian PEREMPUAN yang langsung bereaksi untuk menenangkannya.

PEREMPUAN
Shhhh…

Mereka berdua mulai bergelut, rebah di atas sofa yang menjadi tempat peraduan mereka. Tanpa mereka sadari pintu sudah terbuka, seseorang ada di tempat itu selain mereka berdua. Menyaksikan apa yang mereka lakukan. IBU berdiri tepat di hadapan mereka berdua. Air matanya mengalir deras, tanpa suara, tanpa isak tangis. ANAK TERTUA yang pertama menyadari hal itu. Dia segera menjauhkan PEREMPUAN itu dari pelukannya, sambil melangkah menjauh menuju ke tempat IBU keluar. PEREMPUAN itu masih berusaha menahannya. Dia menggunakan segala kemampuannya untuk menghalangi kepergian kekasihnya.




16. EXT. APARTEMEN – SORE

IBU menangis di depan pintu, kakinya tidak lagi kuat melangkah. Tangisannya lebih memburu kali ini. Dia tidak lagi bisa menahan kesesakan yang ada di dadanya. Dari dalam terdengar suara pertarungan antara pasangan lesbi itu. ANAK TERTUA keluar, dia mendapati IBU dalam keadaan itu. Tangannya memegang sebuah benda keras yang telah berlumuran darah. Dia ikut terduduk di lantai, benda itu terlepas dari tangannya, tepat di belakang IBUnya. Gagang pintu yang tadi dipegang oleh anak tertua berlumuran darah yang mengalir dari gagang pintu, lalu menetes jatuh.



---SELESAI---

written by:Stoopid_boi
2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar