Senin, 05 Maret 2012

elegy egi


ELEGI  EGY.
Story By. David M Latupeirissa
Jakarta, 29 oktober 2010
Stupidboy_merahitam@yahoo.com


Sinopsis

Jakarta 1976, EGY/REGGY seorang anak laki-laki yang baru saja lahir tapi sudah harus dipisahkan dari ibunya. Sebuah keluarga dari Jakarta, tanpa anak, dengan keadaan ekonomi yang melimpah, mengambil Egy dari ibunya untuk diadopsi untuk memancing kehadiran anak dalam keluarga mereka.

Egy (12 tahun) tumbuh menjadi anak remaja dengan kesukaannya terhadap musik yang pada saat itu lebih lazim didengarkan oleh orang-orang yang jauh lebih tua daripada dirinya. Di hadapan anak-anak perempuan sebayanya Egy berubah menjadi seekor ayam sakit yang hanya bisa diam tanpa berkata apa-apa. Tapi cintanya akan keindahan membuat dirinya seringkali mengagumi keindahan itu dengan tatapan yang berlebihan dan kadang membuat risih manusia-manusia yang dikaguminya itu. Tinggal bersama keluarga Kristen mengharuskannya untuk ke gereja. Di sana dia bertemu dengan RURY (12 tahun), anak dari kerabat orang tuanya, dari jemaat setempat. Walaupun tidak memiliki keberanian untuk menyapa tapi dia masih punya nyali untuk menatapnya. Kehadiran Rury telah menginspirasikannya untuk menciptakan sebuah puisi cinta yang akan dipersembahkan untuk perempuan pertama yang telah memikat hatinya.

Puisi cintanya yang pertama akhirnya dibacakan, dengan tersipu-sipu Egy melontarkan sepatah demi patah kata di hadapan Rury. Keringat dan suara yang bergetar berhasil dilaluinya, Rury yang mendengarkan pun terpaku dengan kata-kata dan menunggu maksud sebenarnya dari Egy yang sontak berlari meninggalkan Rury yang masih terpaku karena perasaan malu bercampur senang. Perlahan tapi pasti, hubungan dua anak remaja ini mulai terjalin. Bulan demi bulan mereka lalui, kedekatan mereka semakin terlihat jelas.

Suatu hari Egy(15 tahun) menerima kenyataan bahwa dia hanyalah seorang anak angkat setelah percekcokan antara dia dan ibu angkatnya yang sudah berlangsung cukup lama. Egy terpukul, dia kabur. Tidak tahu harus kemana dia melangkah, maka setapak demi setapak dia lewati malam tanpa tujuan yang jelas. Kakinya mulai lemas, langkahnya agak tertahan. Egy beristirahat di depan sebuah pertokoan. Dia tertidur di situ melepaskan lelah dan kepenatan di hatinya. Pada saat terbangun, Egy melihat Rury duduk di hadapannya, bermandikan hujan yang mengguyur Jakarta malam itu. Dibelakang Rury tampak orang-tua angkatnya mendekat untuk membawanya pulang.

Perlahan Egy mulai bisa menerima kenyataan bahwa dia adalah seorang anak angkat. Cekcok lama yang seringkali terjadi antara dirinya dan ibu angkatnya mulai diredam. Tidak ada lagi keributan, keadaan mulai menghangat, tapi kehangatan yang berbeda dari yang dulu ada pada mereka. Egy mulai tergila-gila pada musik, dia membentuk sebuah band yang berisikan beberapa anak muda sekolahnya. Mereka berlatih memainkan musik dan mulai terbawa arus kehidupan Narkotika pada saat itu. Egy mulai mengenal putaw, dia menggunakannya untuk meningkatkan kreatifitas dan bersembunyi dari masalah. Awalnya Rury tidak mengetahui hal ini, tapi lambat laun dia mulai melihat adanya perubahan pada diri Egy. Pada saat Rury tau, mereka ribut besar dan berakhir pada perpisahan. Egy tidak bisa menerimanya, dia memohon pada Rury untuk kembali padanya. Rasa sayang yang masih tersisa membuatnya mau memaafkan Egy.

Egy (20 tahun) dengan gayanya yang khas mengakhiri waktunya mengudara di salah satu radio swasta Jakarta. Dia keluar sambil memainkan lagu terakhirnya. Di luar, tampak beberapa orang anak muda sedang duduk di tempat itu, sambil menikmati minuman atau hanya sekedar menghisap rokok. Rury (23 tahun) juga ada di situ. Dengan berbekal sebuah surat koresponden dari salah satu label record di Amerika, Egy mulai membacanya dengan suara lantang dan bahasa Inggris yang tidak terlalu bagus. Semua orang di tempat itu menyambutnya dengan penuh antusias. Stasiun radio itu telah menjadi tempat nongkrong anak-anak muda underground jakarta, pekerjaan Egy membuatnya mampu mempublikasikan musik pemberontakan yang disuarakan oleh anak-anak muda itu. IRGO(20 tahun), ONGKIE(22 tahun), OMBING(22 tahun) dan ARCHIE(20 tahun) juga ada di tempat itu. Mereka berempat merupakan personil DISCARD, sebuah band yang mengusung musik HARDCORE dengan EGY sebagai manajernya.

Merenggangnya hubungan Egy dengan keluarga angkatnya, tidak padam dimakan waktu. Surat peringatan pertama untuk EGY dari kampusnya datang dan diterima oleh ibunya. Malas dengan keributan yang akan ditimbulkan surat itu, ibunya hanya diam tanpa memberikan respon terhadap kedatangan surat itu.

Di kampus Egy terkenal sebagai mahasiswa yang aktif dan berani mengemukakan pendapat. Masalah-masalah kecil bisa membuatnya berkelahi, penolakkan dewan kampus terhadap acara musik yang ingin diprakarsai Egy telah menimbulkan pro dan kontra dikalangan mahasiswa. Sebuah proposal mengenai arah baru kegiatan kemahasiswaan disuarakannya, dibacakan di depan ratusan mahasiswa yang ikut berdemo. Kemarahan, rasa geram atas dukungan pasif dari pihak kampus telah membuatnya bertindak anarkis. Surat permohonan yang dibuatnya dibakar, dianggap tidak berguna, beberapa tumpukkan kursi dan meja tidak luput dari minyak tanah dan api yang ditimbulkannya. Surat Drop Out dari kampus dikeluarkan, sampai ke tangan orang tuanya. Egy pulang, ibu angkatnya hanya memberitahukan bahwa dia di drop out dari kampus. Egy tidak memberikan respon apa-apa, dia hanya diam dan keluar lagi dari rumah itu dengan membawa pakaian-pakaiannya.

Egy akan pergi ke sebuah acara musik underground di salah satu hall di Jakarta. Bersama dengan Rury dan ketiga temannya mereka datang ke tempat itu. Rury kecewa terhadap keputusan Egy, dia tidak marah hanya tidak sependapat dengan Egy yang pergi dari rumah dan dikeluarkannya Egy dari kampus. Dia bosan dengan segala macam hal yang harus dimakluminya dari kelakuan Egy. Keributan itu berujung dengan perpisahan. Belum sampai di tempat tujuan Rury sudah meninggalkan Egy.

Di tempat berlangsungnya acara Egy disibukkan dengan sambutan yang diberikan teman-temannya, dia tidak hanya mendengarkan dan menonton, dia juga beraksi di atas panggung. Kebanyakan orang sudah mengetahui eksistensi Egy, merekapun ikut berjoget di lantai dansa. Kesedihan karena ditinggalkan Rury sirna begitu saja, ditelan alkohol dan dihisap oleh lintingan-lintingan ganja. Dia tidak terlalu memikirkan kepergian Rury, malah dia berkenalan dengan seorang gadis yang mau diajaknya bersenang-senang yang berakhir di ranjang.

Keputusan Rury sudah bulat, dia memang sudah tidak lagi cocok dengan Egy. Rury meninggalkan Egy, hubungan mereka berakhir. Egy yang berlagak tegar malah menunjukkan pada Rury bahwa dia bisa menggaet wanita mana saja yang dia inginkan. Kelakuan Egy rupanya tidak mengundang simpati Rury, malah dia makin jauh dari kehidupannya. Kerinduannya tidak lagi dapat dibendung, sebuah puisi diciptakan untuk belahan hatinya itu, tanpa ada tanda-tanda bahwa mereka bisa kembali bersama. Berselang beberapa bulan, Egy mengetahui bahwa Rury sudah memiliki kekasih baru. Amarah membakar dirinya, dia menghampiri dua orang itu dan menghajar kekasih Rury sampai babak belur. Semakin jauhlah Rury dari kehidupannya. Amarah membentuknya menjadi sosok yang lain. Tidak hanya kepada manusia, Tuhanpun tidak luput dari amarahnya. Perubahan dalam dirinya tidak berujung baik pada pergaulannya.

Berganti-ganti wanita yang dibawanya, baik itu pacaran atau hanya sebuah hubungan senang-senang yang dijalinnya. Baik sebagai penjaja cinta, pemuas nafsu atau hanya sebagai pengerat yang membuat Egy kehabisan uang untuk membiayai keinginan mereka. Egy mulai sibuk bersembunyi menghindari para penagih hutang yang mengejar-ngejarnya. Hari demi hari, bulan berganti, umur semakin tua dirasakannya dia mulai bosan dengan hidup. Kemuakannya terhadap hidup telah menyalakan api kematian dalam dirinya.

Percintaannya yang kandas di tengah jalan tidak seiring dengan keberhasilannya dalam karir, setidaknya produser-produser rekaman di Jakarta berhasil dibuatnya tertarik pada musik yang diusung Discard. Perjalanan karir Discard berjalan lancar. Idealisme yang pertama kali mereka tawarkan semakin hilang. Musik yang mereka usung semakin lembek, mulai terkontaminasi oleh budaya pop dan tidak lagi sejalan dengan idealisme yang diperjuangkan Egy. Ketidak serasian visi membuat Egy mengundurkan diri dari posisi manajer Discard saat itu.

Dia kembali dalam kehidupannya yang dulu. Bersama wanita-wanitanya dia kembali bergelut dengan dunia malam anak-anak underground. Dia bertemu dengan teman lamanya, JAWENG (27 tahun) salah satu personil band local Jakarta bernama Possesion. Waktu pertama kali mendengarkan musik mereka, semangatnya kembali berkobar. Kali ini bukan Jakarta yang menjadi tujuannya, tapi Amerika. Dengan bermodalkan surat dan telegram dia berkorespondensi dengan beberapa produser musik di Amerika. Perjuangannya tidak berlalu begitu saja, dia berhasil membawa Possesion ke Amerika dan melakukan rekaman di sana.


---THE END---


Epilog.

Hutang-hutang yang harus dibayar sudah melebihi kemampuannya. Kebosanannya terhadap hidup semakin menjadi-jadi. Dengan bertemankan The end yang merupakan musik dari The Doors dan alkohol dia mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun serangga. Beberapa pucuk surat dan puisi ditinggalkannya sebagai kata-kata terakhir untuk Tuhan dan kerabat terdekatnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar