Senin, 05 Maret 2012

HANYA TINGGAL KITA BERDUA.

by. davidmarthwel_ak@yahoo.com

Jakarta 2011

1. INT/EXT. GEREJA - SIANG
Black out.

PENDETA (O.S.)
Kehidupan adalah sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Lalui itu, agar kita dapat duduk bersama Tuhan di dalam  kerajaanNya. Ingat!! Iblis selalu ada dan siap menerkam setiap manusia. Seperti singa yang berkeliling, bersiap menerkam mangsanya. Memberikan ketakutan, memberikan teror dalam kehidupan.

FADE IN:

2. INT/EXT. RUMAH - SIANG

Jakarta 2011. Seorang pemuda berjalan, memasuki sebuah rumah yang tampak ramai di penuhi oleh orang-orang terdekatnya. Pemuda itu sempat berhenti, langkahnya tertahan oleh memori yang tersimpan lama dalam dirinya.

HERBERT BESAR (V.O.)
Herbert Marko.. Itu nama saya. orang-orang lebih suka memanggil Ebet. Usia 26 tahun, pekerjaan wiraswasta yang bergerak di bidang jasa.

Seorang perempuan menyapa saat dia baru saja melangkah masuk ke dalam rumah itu, seorang laki-laki yang tampaknya suami dari wanita itu ikut menyambut kedatangannya.

PINGKAN BESAR
Ebettt... jam berapa ini?! Orang-orang pada nanyain kamu daritadi. Katanya mau nginep, dari semalam Merry nanyain kamu melulu... Tuh Tente Magda sama Monik udah dari tadi nungguin kamu. Ronal juga... mana lagi tuh orang?! Kalian berdua tuh sama aja...

HERBERT BESAR (V.O.)
Ini Pingkan, kakak perempuanku satu-satunya dan itu suaminya. Mereka sering terlihat tidak sepaham, tapi sebenarnya pikiran mereka satu. Mereka saling mencintai, keluarga mereka bahagia dan itu juga yang membuat saya bahagia.

SUAMI PINGKAN
Udah-udah...Ga usah didengerin...(ke Ebet) nih, cobain kue tartnya...

Tanpa menunggu jawaban laki-laki itu langsung menyuruh Ebet makan sambil membawakannya sebuah kue ulang tahun.

PINGKAN BESAR
Paaaa... Sini dong, bantuin...

Herbert masih menikmati nostalgianya dengan tempat itu, dia berjalan menikmati pikirannya yang terbang menuju bertahun-tahun sebelumnya. Anak-anak kecil tampak berlarian memenuhi ruangan itu, berteriak, tertawa, bercanda melakukan hal-hal yang membahagiakan mereka. Seorang anak perempuan memanggil namanya, sambil terus melanjutkan permainannya.

MERRY
Omm Ebbeeetttt...

HERBERT BESAR (V.O.)
Itu Merry anak mereka. Tidak terasa, sudah 7 tahun umurnya. Terlalu banyak kenangan di sini, terlalu banyak harapan yang ada di dalam rumah ini. Ada juga ketakutan.

Herbert berjalan menuju ke sebuah tangga dan langkahnya terhenti di sebuah foto lama, di mana Herbert kecil dan Pingkan muda tampak bahagia di dalam foto itu.

HERBERT BESAR (V.O.) (CONT’D)
Ketakutan... Bukan ketakutan, hanya permainan pikiran.

FADE OUT:

3. INT. RUANG TAMU - SIANG

HERBERT MARKO (10 tahun) seorang anak laki-laki berlari mengelilingi rumah, menghindari kejaran kakaknya PINGKANANDA FRANSISKA  (20 tahun) seorang gadis remaja yang baru beranjak dewasa dengan kecantikan yang membuatnya banyak disukai laki-laki seumurannya. Pingkan berlari mengejar Herbert sambil membawa sebuah buku di tangannya. Sebuah buku harian. Pingkan mengejar Herbert sambil berteriak kesal.

PINGKAN
(kesal)
Herberttttt....

Herbert terjebak di ruang tamu itu, bingung mau bergerak kemana lagi.

HERBERT
Ampunnn kak...

PINGKAN
Enak aja!

Pingkan bergerak maju, mendekat ke arah Herbert yang langsung lari meloncati sofa menghindarinya. MAMA (40 tahun) muncul dari belakang, dengan pakaian yang separuh basah terkena air dari cucian, PAPA (45 tahun) muncul dari luar dengan topi dan sebuah semprotan untuk tanaman. Sebuah rumah dengan berbagai macam perabotan tua memenuhi dinding tangga rumah itu dengan foto-foto keluarga mereka. Sebuah rumah yang sudah di tinggali keluarga mereka sejak lama. Telah memberikan kesan tua dan menyimpan banyak misteri bagi rumah itu. Melihat keberadaan Mama, Herbert langsung mengambil kesempatan untuk berlindung di balik mamanya.

MAMA
Kenapa ini?

Mereka berdua masih sibuk, tidak mendengarkan omongan Mama.

MAMA (CONT’D)
Pingkan! Apa itu? (sambil menunjuk ke buku di tangan Pingkan)

PINGKAN
Nih... Mama liat aja!

Pingkan mencari-cari sebuah halaman dimana terlihat coretan Herbert menghiasi buku itu. Lalu menunjukannya ke mama. Papa ikut mendekat lalu melihat buku itu bersama mama.

PINGKAN (CONT’D)
Dasar, kutu!! Masih kecil aja udah rese setengah mati.

PAPA
Pingkan!!

HERBERT
Tuh kan, nyeremin... hiiii....

PAPA
Udah! Ebett... Kamu minta maaf sama Kakak!

Setengah hati Herbert menjalankan perintah papanya, masih ada ketakutan yang membuatnya ragu. Dan memang Pingkan masih kesal, dia jitak kepala Herbert. Mama mendekat sambil memisahkan Herbert dan kakaknya.

PAPA (CONT’D)
Pingkan...

Rumah itu kembali tenang, seekor gagak tampak bertengger di pagar rumah itu.

4. INT. RUANG MAKAN - MALAM
Hidangan makan malam sudah hampir habis disantap. keluarga kecil itu asik bercengkrama sambil menikmati makanan itu.

MAMA
Jadi pacar kamu itu yang mana? katanya mau dibawa ke sini?!

Wajah Pingkan mulai memerah, tidak nyaman dengan pertanyaan mamanya.

PINGKAN
Mama apaan sih?

PAPA
Siapa namanya?

Malu-malu, tapi Pingkan tetap menjawab pertanyaan itu.

PINGKAN
Rendy.

PAPA
Dia satu kampus sama kamu?

Pingkan tidak menjawab, hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan itu. Herbert terus menyantap makanannya tidak peduli dengan apa yang sedang dibicarakan ketiga orang dewasa itu.

PAPA (CONT’D)
Kalau cari pacar itu yang seperti papa... Sayang sama keluarga, pinter nyenengin mama. Iya ga ma?!

MAMA
Hmmmm....

HERBERT
Seleesaaaiiii...

Herbert langsung berdiri meninggalkan meja itu.

MAMA
Piringnya dibawa kebelakang sekalian nak!

Dia kembali untuk mengambil piringnya.

5. INT. DAPUR - MALAM
Pingkan sibuk membantu mamanya di dapur, membereskan sisa-sisa makanan dari piring yang akan dicuci mama. Sepertinya itu sudah menjadi pekerjaan mereka sehari-hari, duet antara mama dan Pingkan.

PINGKAN
Kata temen-temen sih anaknya bandel ma. Dulu suka make narkoba, tapi dulu loh ma..

MAMA
Yang penting kamu hati-hati! Kalo dia pake narkoba, kamu harus bisa buat dia berhenti pake narkoba! Kalau kamu sayang sama seseorang jangan seratus persen sayangnya. Sisain dua puluh persen buat kamu!

PINGKAN
Iya ma.. Mama nih, kaya Pingkan udah mau nikaaahhhh aja sama Rendy.

Lampu tiba-tiba mati, ruangan menjadi gelap gulita tanpa ada penerangan.

MAMA
Jatuh lagi sekringnya, kamu nyalain sana. Sekalian matiin lampu ruang makan!

Pingkan pergi meninggalkan mamanya.

6. INT. SUDUT RUMAH - MALAM
Pingkan berjalan perlahan sambil meraba-raba sudut ruang yang tidak terlihat. Sampai akhirnya dia memastikan kalau langkahnya sudah benar dan sampai di sebuah sudut dimana sekring rumahnya berada. Belum sempat dia menyalakan sekring, tanpa disangka-sangka Herbert sudah berada di tempat itu dengan sebuah kain putih yang menutupi seluruh badannya dan hanya menyisakan kepalanya. Herbert muncul tepat di depan Pingkan, sebuah senter menerangi wajahnya yang tampak menyeramkan.

PINGKAN
Aaaaaaaaaaa.......

7. INT/EXT. KAMAR PINGKAN - MALAM
Herbert mengintip di balik pintu, melihat keluar dimana saudara-saudaranya berkumpul di ruang bawah, seorang wanita (TANTE MAGDA) berusia 30 tahunan berjalan sambil membawa beberapa piring kotor. Dia melihat Herbert berdiri di balik pintu.

TENTE MAGDA
Ebet, kamu udah makan?

Herbert menjawabnya dengan anggukan, lalu kembali ke dalam kamar. Beberapa anak berkumpul di dalam kamar itu remaja dan anak-anak, mereka duduk saling berhadapan mendengarkan cerita-cerita yang keluar dari mulut mereka. Herbert kembali bergabung dengan mereka mendengarkan setiap kata-kata yang keluar dari mulut saudaranya MONIK (20 tahun).

MONIK
Mau jalan Aja susah. Sampe ga tau gw mau ngapain lagi, buat teriak aja ga bisaa!!

PINGKAN
Terus-terus...

MONIK
Ya mau gimana lagi, gw berdoa aja dalem hati. Lama-lama ilang juga tuh setan...

Mereka sempat terdiam, merasakan ketakutan yang dirasakan Monik saat itu, termasuk Herbert. Ada juga anak-anak sebaya Herbert di tempat itu, tapi mereka tampak tidak peduli, asik dengan permainan mereka sendiri. RONAL (25 tahun) melanjutkan sesi cerita itu.

RONAL
Gw juga pernah tuh... Lw tau sendiri kan rumah gw kaya gimana?! Jadi waktu itu ceritanya bokap ama nyokap lagi ga ada di rumah. Pokoknya itu dah tengah malem, perut keroncongan, ga ada makanan pula di rumah. Ga ngerti gw kenapa bokap maunya tinggal di situ...

Ronal terdiam sebentar, mencoba mengingat apa yang dialaminya. Lalu kembali melanjutkan ceritanya, sambil memegang tangannya yang merinding.

RONAL (CONT’D)
Gw jalan tuh, ga aaaada orang sama sekali... Lw inget ga, di deket rumah gw ada pohon yang dahannya sering dipake duduk ama anak-anak daerah gw?

MONIK
Inget...

RONAL
Pas lewat situ gw denger kok kaya ada suara anak ayam, tapi bukan anak ayam (ronal mencoba meniru suara yang didengarnya), kaya gitu-gitulah. Awalnya sih kecil banget, lama-lama kok kenceng... Anjinggg merinding gw...

Ronal masih mengusap-usap tangannya, berusaha menurunkan bulunya yang merinding.

RONAL (CONT’D)
Ga tau kenapa, pokoknya gw bawaannya pengen ngeliat tuh pohon. Ehh pas gw nengok, bener aja lw, ada cewe rambut panjang awut-awutan, tuh barang sih nunduk diem ga gerak-gerak, tapi suaranya kaya ada di samping gw..

Herbert terus memperhatikan kata-kata yang keluar dari mulut Ronal, kepalanya mencerna apa yang baru saja dia dengar.

8. INT. KAMAR HERBERT - MALAM
Papa menemani Herbert di kamarnya, berdua mereka berdoa, Herbert sebagai pendoa.

HERBERT
Tuhan Yesus, Ebet mau bobo.. Tuhan Yesus jaga Ebet ya, biar Ebet bisa tidur nyenyak. Aminnn.. Udah....

Papa mulai menutupi tubuh Herbert dengan selimut saat Pingkan masuk tiba-tiba. Dengan gemas dia mencubiti pipi adiknya.

PINGKAN
Ngeeseellliiiinnnn....

HERBERT
Aaaaaa... Aduuuhhhh...

Pingkan mencium pipi adiknya, sebelum akhirnya dia dan Papa meninggalkan adiknya di kamar sendirian sambil mematikan lampu kamarnya.

9. INT. RUANG TAMU - SIANG
Herbert tampak bermain dengan MONTE seekor anjing, mereka berdua asik berkejar-kejaran. Dari belakang, tampak Pingkan berjalan terburu-buru keluar rumahnya. Melihat hal itu Herbert penasaran dan mengintip dari balik jendela. RENDY (20 tahun) seorang pemuda dengan gaya yang urakan tapi terlihat agak rapi, sudah menunggu di depan pintu gerbang. Sebelum masuk, pemuda itu sempat mencium pipi Pingkan. Monte merasa terganggu karena permainan mereka sempat terhenti, dia menggongong ke arah Herbert dan mereka berduapun kembali melanjutkan permainan mereka. Pingkan menyuruh Rendy untuk duduk.

PINGKAN
Tunggu bentar ya...

Rendy mengangguk mengiyakan. Dia duduk sambil melihat ke sekelilingnya berusaha mengenali tempat dimana dia berada. Herbert berlari di atasnya, hal itu ikut menyita perhatian Rendy. Tanpa disadarinya Papa muncul di tempat itu. Rendy kaget, lalu berdiri sambil menyapanya.

RENDY
Siang om.

Dia berjalan mendakati Papa yang juga bergerak ke arahnya.

RENDY (CONT’D)
Rendy...

Papa duduk dan Rendy mengikutinya.

PAPA
Sudah berapa lama kamu pacaran sama Pingkan.

RENDY
Sekitar 3 bulan om.

Herbert menghentikan permainannya, memperhatikan dari atas tangga bersama Monte.

PAPA
Kalian ini masih muda, om cuma mau mengingatkan, jangan sampai masa muda kalian terbuang percuma hanya karena kebodohan kalian. Ingat itu. Udah ngapain aja kalian berdua selama 3 bulan ini?

Rendy tampak bingung menjawab pertanyaan papa, Herbert masih berusaha mendengar dari atas. Belum sempat Rendy menjawab, Mama datang sambil membawa segelas minuman

MAMA
Ini ya yang namanya Rendy? perkenalkan, Mamanya Pingkan.

Mereka bersalaman, Mama tampak lebih sopan menyambut keberadaan Rendy. Pingkan muncul dari atas melewati tempat di mana Herbert duduk.

PINGKAN
Ma, Pingkan pergi dulu ya.. Daaa papa.. daaa kutuuu...

Rendy berdiri, bersiap untuk meninggalkan rumah itu.

HERBERT
Mau kemana kak? Aku ikut dong..

PINGKAN
Nggaa!!

Herbert berjalan mendekat, dia mencoba merayu Papanya agar menyuruh Pingkan untuk mengajaknya.

HERBERT
Pa, Ebet ikut yaaaa...

Papa yang memang agak ketus dan kurang menyukai Rendy mengiyakan permintaan Herbert.

PAPA
Pingkan, ajak Ebet!

PINGKAN
Yaaaaa ampun paaa....

Papa berjalan mendekat ke arahnya sambil mengeluarkan uang dari kantongnya dan memberikannya pada Pingkan untuk membuatnya tenang dan mau mengajak Herbert.

PAPA
Buat jajan di sana.

Sambil menghitung uang itu.

PINGKAN
Ya udah... Buruan ganti baju!! dasar kutuuuuu...

Herbert berlari ke kamarnya untuk bersiap.

MAMA
Ayo Rendy, diminum...

RENDY
Oh.. Iya Tante...

Mereka berempat duduk canggung tanpa berbicara apa-apa.

10. INT. BIOSKOP - MALAM
Sebuah film horor mengisi layar besar di hadapannya. Herbert terpaku menyaksikan film itu, antara takut dan penasaran. Pingkan sibuk menyembunyikan wajahnya di badan Rendy dan Rendy menikmati hal itu. Dia memeluk erat tubuh Pingkan sambil sesekali melihat ke arah Herbert sambil memanfaatkan keadaan itu..

11. INT. KAMAR HERBERT - MALAM
Kali ini Mama yang menemani Herbert. Bantal-bantal tampak mengelilingi Herbert, seperti benteng yang memisahkannya dari dunia luar. Herbert baru saja menyelesaikan doanya.

HERBERT
Aminnn...

Selesai dengan doanya, Herbert membetulkan posisi bantal yang ada di sekelilingnya. Lalu Mama menyelimutinya, mengecup keningnya dan meninggalkan Herbert sendirian di kamar itu sambil mematikan lampu kamarnya dan menutup pintu kamarnya.

HERBERT (CONT’D)
Maaa...

Mama kembali lagi dan membuka pintu kamar itu.

HERBERT (CONT’D)
Pintunya jangan di tutup.. Pintunya dibuka aja.

Mama mengiyakan dengan belaian di kepala Herbert, lalu  meninggalkannya.
Malam semakin larut, Herbert sudah tertidur lelap. Tangga kayunya berdecit, tanpa ada seorangpun yang berjalan di atasnya. Di luar angin bertiup dengan kencang, menggoyangkan dahan-dahan pohon yang bergerak membentuk bayangan menyeramkan di tembok. Suara petir yang menggelegar membangunkan Herbert dari tidurnya. Kencangnya angin dari luar membuat jendela kamarnya terbuka membentur tembok, suaranya yang keras membuat Herbert semakin ketakutan. Dia beranjak dari tempat tidurnya, keluar dari kamar itu dalam keadaan yang ketakutan.

12. INT. RUMAH - MALAM
Dalam keadaan takut Herbert berjalan melewati tangga rumahnya, di dalam benaknya foto-foto yang ada di dinding seolah-olah memperhatikannya dari dalam frame. Waktu itu jam menunjukkan pukul 12 malam tepat. Dentang lonceng dari jam itu menambah ketakutan Herbert.

HERBERT
Mamaaaaa..... Aaaaaaaa

Herbert tidak bisa menahan dirinya, dia meringkuk di lantai sambil menutupi telinganya, sementara itu jam terus berdentang dan gelegar petir menerangi rumah itu. Pada saat yang bersamaan listrik rumah itu mati. Tanpa ada penerangan, Herbert hanya bisa diam meringkuk, menutup telinganya sambil menangis. Hanya biasan cahaya petir yang menerangi rumah itu menunjukan sesosok bayangan yang berdiri di dekat Herbert.

FADE OUT.

13. EXT. TERAS RUMAH - SIANG.
Herbert tampak rapi dengan pakaian sekolahnya. Di belakangnya Mama memberikan sebungkus bekal untuknya yang tertinggal di dalam. Di kejauhan tampak Papa berbicara dengan seorang pegawai PLN yang baru saja selesai memperbaiki listrik di rumah mereka.

MAMA
Ini jangan ditinggal nak...

Herbert hanya diam, tetap memperhatikan papanya. Mama melihat hal itu dan menyadari Herbert masih shock dengan keadaan semalam.

MAMA (CONT’D)
Semalam rumah kita disamber petir, jadi listriknya mati. Udah kamu jangan takut lagi, ga ada apa-apa kok. Kamu ga boleh takut! Mama bilang apa?! Ada Tuhan Yesus yang jaga kamu... Jadi mulai sekarang harus berani ya!!

Herbert mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut mamanya dan mengiyakannya. Dari jauh terlihat, Papa mengantar kepergian petugas PLN itu.

PAPA
Herbert... ayo...

Mama mencium Herbert, agak lama, berbeda dengan yang biasanya. lalu Herbert berlari menyusul papanya.

14. EXT. LORONG SEKOLAH - SIANG
Siang itu sekolah tampak sepi, seluruh murid-murid di sekolah sudah masuk ke dalam kelasnya. Seorang guru keluar dari dalam kelas, sambil menggandeng tangan Herbert berjalan menuju ke sebuah ruangan.

15. INT. RUANG GURU - SIANG
Tante Magda Herbert sudah menunggu di dalam ruangan itu, matanya bengkak karena menangis. Dia langsung memeluk Herbert saat melihat kedatangannya. Herbert yang tidak mengerti apa-apa tidak tahu harus berbuat apa dan hanya bisa membalas pelukan itu. Tante Magda kembali menangis, tidak kuat menahan kesedihan yang menghimpit dadanya.

16. INT. RUMAH - SIANG
Banyak keluarganya sudah berkumpul di rumah itu. Mereka menangis, saling bercerita, ada juga yang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya saat Herbert datang. Pingkan sudah berada di tempat itu, saat melihat Herbert datang dia langsung menghampirinya, memeluk adik satu-satunya dengan erat sambil menangis. Mereka berdua berjalan mendekat ke peti yang ada di dalam ruangan itu. Dua buah peti kayu yang menjadi tempat berbaring kedua orang tuanya. Herbert diam, dia tidak tahu harus berbuat apa. Melihat ke sekelilingnya.

SAUDARA 1
Herbert, kamu yang sabar ya nak...

Tanpa menunggu jawaban dari Herbert, saudaranya itu langsung berjalan mendekat ke Pingkan untuk menyampaikan belasungkawanya. Rendy juga ada di situ, matanya hitam, sepertinya dia belum menyentuh kasur selama beberapa hari, gelagatnya pun agak-agak mengganggu, tidak peduli dengan sekitarnya, semaunya sendiri.

PINGKAN
Ren, kamu kenapa sih?!

Rendy menjawab seadanya, sambil berusaha menampilkan keadaan dirinya senormal mungkin.

RENDY
Kenapa?! Ga kenapa-kenapa?!

Herbert masih sibuk dengan pikirannya, dia sempat mendengar pembicaraan kakaknya lalu dia berjalan menyusuri rumahnya. Di salah satu sudut rumahnya tampak beberapa orang saudaranya membicarakan Herbert.

SAUDARA 2
Kasihan... Masih kecil-kecil mereka, si Herbert masih SD kakaknya juga belum selesai kuliah.

SAUDARA 3
Sudah, nanti biar saya saja yang merawat mereka berdua.

SAUDARA 4
Kalian itu jangan main ambil keputusan. Tanya dulu sama Pingkan, dia sudah cukup dewasa.

Tanpa mereka sadari Herbert sudah ada di situ, ketiga saudaranya itu langsung menghentikan pembicaraan mereka.

SAUDARA 3
Ebet... Sini, kalo ada apa-apa biar om saja yang bantu, kalian berdua jangan cari orang lain...

Sambil mengelus-elus kepala Herbert. Sedangkan anak kecil itu hanya diam tidak menggubris apa yang dikatakan saudaranya itu. Monik datang, dia langsung menggendong sudaranya itu sambil mengajaknya ke sebuah kursi tepat di samping peti itu. Dan mereka pun duduk di sana bersama dengan keluarga terdekat yang lainnya.

Pingkan menangis mendengar setiap kata-kata yang keluar dari mulut pendeta itu. Tante Magda memberikan tisue sambil berusaha menenangkan Pingkan. Herbert yang duduk di pangkuan Monik memperhatikan Pingkan.

PENDETA
Tidak ada kehidupan yang abadi di dunia ini. Bagaimanapun caranya setiap orang akan mati. Bahkan Yesus Putra Allah harus mati di salib untuk menyelamatkan kita. Dia mati untuk hidup kembali. Sama seperti dua saudara kita ini, hari ini mereka mati untuk duduk bersama Yesus Tuhan kita di dalam kerajaannya. Bagi anak-anak yang ditinggalkan, terutama Herbert dan Pingkan.

Mendengar namanya di panggil, Pingkan langsung menghentikan tangisannya. Sedangkan Monik mengarahkan pandangan Herbert ke Pendeta yang menunggu untuk menyampaikan pesannya.

PENDETA (CONT’D)
Kalian tidak bolah takut, walaupun kalian tinggal berdua, ingat!! Tuhan pernah berkata bahwa Dia akan selalu menyertai anak-anakNya sampai akhir jaman. Sampai hari dimana kita akan bangkit kembali. Amin.

FADE TO BLACK.

17. INT. RUMAH - MALAM
Rumah itu tampak sunyi, tidak ada lagi saudara-saudaranya yang ada di situ. Hanya ada Herbert, Tante Magda dan Pingkan yang sedang membuka-buka album foto lama.

TANTE MAGDA
Nih liat, papa kamu. Dulu, Mama sama papa kalian itu ga boleh nikah sama oma. Tapi mereka tetap ngotot buat nikah. Sebelum kamu lahir, oma ga pernah mau ngeliat muka Mama apalagi ngomong. Waktu kamu lahir Ping, baru mereka baikan.

Pintu depan terbuka, Monik datang bersama Ronal. Mereka membawa makanan, maka beranjaklah mereka semua menuju ke ruang makan.

18. INT. RUANG MAKAN - MALAM
Mereka berkumpul di ruang makan itu, memulai makan mereka. Entah kenapa Herbert tidak memakan makanannya. Dia hanya memainkan sendoknya diantara nasi dan lauknya yang ada di hadapannya.

TANTE MAGDA
Ebet, ayo makan...

Herbert hanya diam, tidak menggubrisnya. Hal itu membuat Pingkan kesal. Emosinya mulai naik. Tante Magda menyadari hal itu dan menahan Pingkan. Mereka kembali diam, Ronal yang pertama menyelesaikan makannya.

PINGKAN
Udah taro di situ aja nal!

Herbert masih belum menyantap makanannya, Ronal langsung mengajak Herbert untuk beranjak dari tempat itu.

RONAL
Bet, main ps yuk?!

Herbert tidak menjawab, dia hanya diam sambil berdiri dari kursinya. Mereka berempat memperhatikannya tanpa bisa berbuat apa-apa.

TANTE MAGDA
Kamu ga boleh terlalu keras sama Herbert. Biar bagaimanapun juga dia masih kecil.

Pingkan mulai merasakan kembali merasakan. Dia terdiam sebentar untuk menahannya, lalu kembali menyuap nasi ke mulutnya.

TANTE MAGDA (CONT’D)
Seminggu ini Tante tidur di sini, nanti biar Tante ajarin kamu masakan yang gampang, biar ga usah beli melulu.

MONIK
Aku juga nginep ya ma...

TANTE MAGDA
Yaaa...

Tante Magda mulai membereskan sisa-sisa makanan yang ada di meja.

19. INT. DAPUR - SIANG
Pingkan bersama dengan Monik sedang menyiapkan sarapan saat Herbert datang. Dia terlihat lesu saat datang ke sana, duduk di sebuah kursi yang ada di tempat itu. Tangannya meraih sebuah pensil yang ada di dekatnya, lalu mencoret tembok/meja yang ada di hadapannya. Sebuah gambar dimana dia dan Pingkan berdiri bergandengan tangan dengan Mama dan Papa.

MONIK
Bett, kamu ga sekolah?!

Herbert tetap diam, Monik kemudian menghampirinya. Pada saat yang bersamaan Pingkan melihat Herbert yang sedang mencoret tembok. Tanpa banyak bicara Pingkan langsung menghampiri dan menampar Herbert.

PINGKAN
(marah)
Tangan lw gatel banget kayanya ya?!

Herbert terdiam, dia pergi meninggalkan Pingkan. Monik hanya bisa menahan Pingkan untuk tidak berbuat lebih jauh.

MONIK
Apa-apaan sih lw?!

Pingkan terdiam, dia tampak menahan emosinya untuk sesaat. Monik masih terus berbicara saat Pingkan melihat coretan yang dibuat Herbert. Dia tampak menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Saat Monik selesai bicara, Pingkan sudah tidak ada di tempat itu.

MONIK (CONT’D)
Lw ga bisa marah-marah terus sama dia, kalian itu tinggal berdua. Kalo bukan lw siapa lagi yang mau ngertiin dia? Lw  pernah mikirin ga, apa perasaannya waktu lw marah?! Hah?? Ping??

Monik melihat coretan itu, dia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya diam.

20. INT/EXT. KAMAR HERBERT - SIANG
Pintu kamarnya tertutup rapat. Pingkan sampai di tempat itu dia mencoba membuka pintu itu, tapi terkunci dari dalam. Air matanya mulai mengalir, dia terduduk di depan pintu itu.

PINGKAN
Ebet... buka pintunya... Ebet...

Di dalam Herbert menangis, air matanya tumpah tanpa isak tangis. Pingkan tidak melanjutkan panggilannya, karena tidak ada tanda-tanda Herbert akan membuka pintu. Di balik pintu itu dia bersembunyi dari Pingkan.

PINGKAN (CONT’D)
Maafin kakak ya Bet...

Mereka berdua terduduk di depan pintu itu cukup lama.

FADE TO BLACK.

22. INT. KAMAR HERBERT - MALAM
Tanpa di sadarinya hari sudah malam, dia tertidur saat menangis. Perutnya mulai terasa lapar. Perlahan pintu kamarnya dibuka, lalu dia pergi meninggalkan ruangan itu.

23. INT. RUMAH - MALAM
Herbert mendapati rumahnya kosong, tidak terlihat tanda-tanda adanya orang di tempat itu, Jam berdentang, menunjukkan pukul tujuh malam. Dia berjalan menuju ke dapur tempat di mana Pingkan menyimpan makanan. Dia mengambil makanan itu dan memakannya sendirian di meja. Selesai dengan makanannya Herbert pergi meninggalkan tempat itu, dia sempat kembali lagi ke meja untuk membereskan piring sisa makanannya. Dia berjalan meninggalkan tempat itu, berniat kembali ke kamarnya. Langkahnya terhenti oleh sebuah foto keluarga. Mama, Papa, Pingkan dan Herbert yang terpampang di tembok samping tangga. Dia melihat foto itu sebentar, lalu mengambilnya dan di bawa bersama dengannya.

24. INT. KAMAR MAMA - MALAM
Herbert masuk ke dalam kamar itu. Tampak di wajahnya kerinduan yang sangat dalam pada kedua orang tuanya. Tanpa sepengetahuannya sesosok bayangan putih memperhatikannya dari salah satu sudut ruangan. Herbert terduduk di pinggir kasur. Herbert terdiam, melihat ke sekelilingnya. Kamar itu terasa begitu sunyi, dia tidak mendapati apa-apa di tempat itu, maka mulailah dia berbaring di atas kasur itu.

HERBERT
Mama... Papa...

Matanya mulai berlinang air mata. Tanpa disadarinya, sesosok bayangan itu kembali muncul saat matanya terpejam. Mencoba menyentuhnya, membelai rambutnya. Herbert membuka matanya, saat yang bersamaan bayangan itu kembali menghilang. Dia bangkit seperti merasakan sesuatu ada sekitarnya.

Sosok bayangan itu kembali muncul, bukan satu tapi dua. Seolah-olah memperhatikan Herbert dari jendela kamar itu. Angin berhembus kencang dari luar, menggerakan gordyn dan membanting jendela kamar itu. Herbert berbalik melihat ke arah situ, saat yang bersamaan kedua sosok itu menghilang, berpindah ke belakang Herbert, lebih dekat lagi dari yang sebelumnya. Sesaat Herbert seperti ragu untuk bergerak ke arah jendela itu, setelah meyakinkan dirinya maka anak itupun mulai bergerak.
Di bawah tampak Pingkan dan Rendy sedang bertengkar hebat. Tangan Rendy menampar pipi Pingkan yang hanya bisa diam tertunduk.

RENDY
Lw liat aja, lw pegang omongan gw!!

Rendy berjalan menjauh meninggalkan Pingkan yang kemudian berlari mengejar Rendy. Herbert memperhatikan peristiwa itu dari balik jendela sambil menutup jendela itu. Kedua sosok bayangan itu menghilang saat seseorang membuka pintu kamar.

TANTE MAGDA
Tante pikir kamu dimana?! ayo, ngapain sendirian di sini?!

Herbert berjalan menghampiri Tantenya, mereka berdua keluar dari ruangan itu. Sebelum keluar Tante Magda seperti merasakan sesuatu di ruangan itu. Kedua bayangan itu kembali muncul saat pintu tertutup.

FADE TO BLACK.

25. INT. RUMAH - SIANG
PINGKAN (O.S.)
Ren, balikin Ren...

RENDY (O.S.)
Tai lw... Maksud lw apa, nuduh gw kaya gitu?!

Dari luar sudah terdengar, sedang terjadi keributan di dalam rumah itu. Rendy tampak menghindar dari Pingkan yang berusaha menahannya dengan segala cara, tangannya merogoh saku celana Rendy, mengeluarkan beberapa perhiasan yang terjatuh di lantai.

RENDY (CONT’D)
Ahhhh... anjing yee...

Rendy justru menghempaskannya dan mulai berlaku kasar pada Pingkan yang menahan Rendy yang berniat meninggalkan tempat itu. Pingkan menangis, menahan sedih dan amarah yang tertahan di dada. Pingkan mulai melawan, tapi perlawanannya sia-sia. Rendy mengumpulkan barang-barang yang terjatuh tadi sambil menjauhkan Pingkan bahkan mengancamnya.

RENDY (CONT’D)
Ahhh... Kalo bukan cewe, udah gw hantem lw!!!

Pingkan tidak peduli dengan ancaman itu, dia masih terus berusaha mengambil apa yang dicuri Rendy. Hal itu akhirnya membuat Pingkan menerima pukulan Rendy, yang membuatnya terduduk kesakitan. Rendy sedikit menyesal atas pukulan itu, dia mulai gelisah. Dengan terburu-buru Rendy mulai memasukan barang-barang yang berserakan di lantai ke dalam kantongnya saat sebuah gelas melayang dan pecah di kepalanya. Kepalanya mulai mengucurkan darah, rasa sakit mulai menyerang kepalanya. Herbert berdiri di situ sambil membawa beberapa benda lainnya yang siap untuk dilempar. Melihat darah yang mulai mengucur dari kepalanya justru membuat Rendy bertindak lebih beringas. Dia berjalan menghampiri bocah itu. Dengan sigap Herbert mulai melempar satu persatu barang yang dapat dijangkaunya. Keributan itu mengundang seorang pemuda untuk masuk ke dalam. Pemuda itu langsung menahan Rendy dan menyelamatkan kedua anak itu dari tangan Rendy.

FADE TO BLACK.

26. INT. RUMAH - SIANG
Herbert masih berdiri di hadapan foto itu saat Merry memanggilnya.

MERRY
om Ebet... sini deh...

Herbert masih melihat foto itu, sebelum akhirnya dia pergi mengikuti anak itu.

HERBERT BESAR (V.O.)
Ketakutan muncul saat kita terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak pasti. Saat kita memutuskan untuk tidak melawan, itulah saat kita kalah.

Merry mengeluarkan semua hadiah yang baru didapatkannya untuk ditunjukkan pada Herbert, saat seorang laki-laki memasuki ruangan itu. Dia tampak bingung karena tidak ada seorangpun yang menyadari kehadirannya.

RONAL BESAR
Spadaaaa...

HERBERT BESAR (V.O.)
Ketakutan hanya permainan pikiran, dan kita penciptanya. Kita dan hanya kita yang akan menyelesaikan ketakutan itu.

Pingkan dan Suaminya kembali menyambut tamunya. Pingkan tampak memukul bahu Ronal sambil menagih hadiah untuk anaknya. Suasana rumah itu tampak meriah, banyak orang yang sibuk dengan aktifitasnya. Yang tua asyik dengan perbincangan mereka, yang kecil sibuk dengan permainan mereka.

----------------------------THE END---------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar